KERINDUAN
Tulisan ini memang menghentak qalb saya yang juga
merindukan kembalinya saat-saat dimana dakwah belum memasuki mihwar dakwah
kelembagaan,yakni masih berkutat pada marhalah dakwah keluarga.
Kerinduan akan pertemuan dengan al-akh yang penuh dengan
ruh ukhuwah. Kerinduan melihat begitu banyak al-akh yang dalam saku kemejanya
selalu ada mushaf kecil untuk dibaca saat waktu kosong,yang kini seakan
tergantikan dengan kesibukan memijit-mijit tombol handphone.
Kerinduan akan semangat menggelora di dada saat turun ke
jalan. Kerinduan akan ummahat yang selalu menutup rapat auratnya walaupun hanya
keluar rumah sesaat. Kerinduan malam-malam yang penuh dengan muhasabah,
mengingat begitu banyak waktu dan kesempatan dakwah yang sia-sia.
Kerinduan akan majalah cerita islami yang membuat hati
tergetar dan menjadi pembuka jalan untuk turunnya hidayah Allah, yang sekarang
tergantikan hanya untuk menuruti selera pasar. Atau kerinduan akan
nasyid-nasyid pembangkit semangat yang seakan tergantikan dengan nasyid-nasyid
mendayu-dayu bercerita tentang cinta.
Kerinduan pada azzam yang kuat untuk menjadi
mujahid-mujahid freelance membela ummat di seluruh penjuru dunia dan pada
kematian yang syahid, kerinduan pada ikhwan dan akhwatnya yang selalu menjaga
hijab dan pergaulan, yang seakan tergantikan dengan neo-ikhtilat, melalui
friendster,facebook,twitter,e-mail,chatting dan media lainnya. Dan begitu
banyak kerinduan-kerinduan lainnya yang kini hanya menjadi sebuah kenangan.
Atau karena jiwa saya sendiri yang sakit? Yang ruhnya
selalu kelaparan ,kering kerontang dan gersang. Yang hari dan malamnya selalu
penuh dengan sesuatu yang laghwu. Yang dalam ingatannya selalu dipenuhi dengan
kenikmatan dunia,hingga melupakan keabadian yang hakiki di akhirat sana.
Yang dalam penampilan fisiknya selalu berkeinginan
menjadi ikhwan metroseksual dan high technology minded,tidak lagi dengan
tawadhu’ sebagai pakaiannya dan zuhud menjadi surbannya. Atau yang lebih parah
adalah selalu mengatakan apa yang tidak pernah dikerjakan,ia tetap demikian
agar dirinya selalu terpandang dan mulia dimata manusia.
Masya Allah,sebegitu parahkah diri ini ? bila memang
demikian,maka patutlah untuk menyalahkan diri sendiri. Tak perlu salah merindu.
Dan tak perlu untuk menyalahkan ijtihad dari para masyaikh yang selalu berpikir
bagaimana caranya agar kapal besar bernama dakwah ini tetap terapung,tidak
tenggelam di tengah samudera luas dengan angin ribut dan gelombang setinggi
gunung.
Ikhwatifillah...maka nikmatilah surat terbuka ini,agar
kita menyadari bahwa sungguh tidak ada yang salah pada jalan yang penuh coba
dan rintangan ini, dan bahwa banyak yang perlu kita benahi, bahwa begitu banyak
yang perlu kita tajamkan pada sisi-sisi tumpul jiwa ini,bahwa begitu banyak
yang perlu kita segarkan pada ruh-ruh penuh dahaga ini.
NB : “Artikel ini dimuat di majalah Da’watuna.
By : Rahmat Abdullah.
Kerinduan itu mengidap di diri.
ReplyDeleteDan dijadikan seutas pegangan agar terus istiqomah